Perjuangan Bertaruh Nyawa Mendur Bersaudara Mengabadikan Detik-detik Proklamasi
17 August 2022 |
13:28 WIB
Salah satu foto ikonik yang bersejarah bagi bangsa Indonesia adalah foto Presiden Soekarno saat membacakan naskah teks proklamasi dengan didampingi oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta di Jakarta. Tanpa keberanian Mendur bersaudara, Alex Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, foto tersebut kemungkinan tidak ada.
Kala itu, keduanya bekerja sebagai fotografer di dua tempat yang berbeda. Alex bekerja untuk Kantor Berita Jepang Domei di Pasar Baru, sedangkan Frans bekerja di koran Asia Raya. Meski berbeda tempat kerja, keduanya memiliki kisah serupa saat perjalanan menjadi fotografer.
Baca juga: Yuk Berkenalan dengan Suku Buton yang Baju Adatnya Dikenakan Presiden Joko Widodo
Berdasarkan tulisan di situs resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, sang kakak yaitu Alex awalnya belajar fotografi pada usia 15 tahun dengan seorang jurnalis foto bernama Anton Najoan yang bekerja untuk Java Bode. Keduanya saling mengenal karena sama-sama berlatar belakang suku Minahasa.
Setelahnya, Alex bekerja lebih dulu sebagai fotografer di studio Luyks and Charls & van Es & Co. Kemudian, perjalanannya menjadi jurnalis foto sendiri dimulai dari kepindahannya ke surat kabar Java Bode dan dilanjutkan dengan majalah Wereld Nieuws en Sports in Beld pada 1930an. Saat inilah, dia sudah pindah ke Surabaya.
Sang adik, Frans, juga mengikuti jejak sang kakak dengan pindah ke Surabaya dan Batavia (kini disebut Jakarta). Namun, dia baru belajar fotografi saat bertemu kakaknya di ibu kota dan akhirnya bekerja sebagai wartawan di surat kabar Java Bode.
Saat masa Pra-Kemerdekaan, keduanya sempat mendengar kabar dari media Asia Raya yang menyebut bahwa ada acara penting di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur. Kendati keduanya tidak menerima tugas untuk mengambil foto saat acara penting ini, Alex dan Frans akhirnya berangkat dengan meyakini bahwa momen ini adalah momen bersejarah.
Namun, mengambil foto pada masa menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di balik foto bersejarah Soekarno yang membacakan teks proklamasi di depan mikrofon dengan jajaran tokoh negara lainnya itu butuh pengorbanan, karena para tentara Jepang yang masih memburu keduanya usai proklamasi.
Sebagai dampaknya, Alex tertangkap oleh tentara Jepang mengalami penyitaan kamera dan filmnya dibakar. Di sisi lain, Frans justru sempat menyelamatkan film negatif miliknya dengan cara menguburnya di halaman kantor harian Asia Raya. Saat tertangkap, dia mengaku bahwa roll film miliknya sudah dirampas oleh kelompok Barisan Pelopor.
Film milik Frans kemudian diselamatkan saat situasi sudah cukup aman bagi Mendur bersaudara. Pada prosesnya, mereka harus diam-diam menyelinap pada malam hari dan menggali tanah tempat film negatif tersebut dikubur. Kemudian, keduanya mencari lab foto sambil mewaspadai keberadaan tentara Jepang. Setelah selesai dicetak, foto ini disimpan hingga akhirnya dipublikasi sekitar enam bulan setelahnya.
Tak lama setelah kejadian tersebut, koran Merdeka menjadi inisiator penerbitan koran khusus untuk Peringatan Enam Bulan Republik pada 17 Februari 1946. Edisi ini menyertakan esai kemerdekaan dari para pemimpin bangsa disertai dengan berbagai foto ekskusif yang dibuat kedua saudara tersebut.
Hanya beberapa bulan setelahnya, keduanya kemudian keluar dari koran Merdeka dan mendirikan Indonesian Press Photo Service (IPPHOS) bersama dengan beberapa tokoh seperti Justus K. Umbas, Frans Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda. IPPHOS merupakan kantor berita foto independen pertama di Indonesia yang didirikan pada 2 Oktober 1946 di Yogyakarta dan Jakarta.
Baca juga: Cocok Diputar untuk 17 Agustusan, Ini 8 Lagu yang Bikin Semangat
Hingga saat ini, kedua saudara itu diingat dengan tugu patung dan bangunan rumah adat Minahasa di kawasan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tugu ini diresmikan oleh residen Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2012 saat Hari Pers Nasional bersamaan dengan rumah yang menjadi museum karya Mendur bersaudara.
Editor: Dika Irawan
Kala itu, keduanya bekerja sebagai fotografer di dua tempat yang berbeda. Alex bekerja untuk Kantor Berita Jepang Domei di Pasar Baru, sedangkan Frans bekerja di koran Asia Raya. Meski berbeda tempat kerja, keduanya memiliki kisah serupa saat perjalanan menjadi fotografer.
Baca juga: Yuk Berkenalan dengan Suku Buton yang Baju Adatnya Dikenakan Presiden Joko Widodo
Berdasarkan tulisan di situs resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, sang kakak yaitu Alex awalnya belajar fotografi pada usia 15 tahun dengan seorang jurnalis foto bernama Anton Najoan yang bekerja untuk Java Bode. Keduanya saling mengenal karena sama-sama berlatar belakang suku Minahasa.
Setelahnya, Alex bekerja lebih dulu sebagai fotografer di studio Luyks and Charls & van Es & Co. Kemudian, perjalanannya menjadi jurnalis foto sendiri dimulai dari kepindahannya ke surat kabar Java Bode dan dilanjutkan dengan majalah Wereld Nieuws en Sports in Beld pada 1930an. Saat inilah, dia sudah pindah ke Surabaya.
Sang adik, Frans, juga mengikuti jejak sang kakak dengan pindah ke Surabaya dan Batavia (kini disebut Jakarta). Namun, dia baru belajar fotografi saat bertemu kakaknya di ibu kota dan akhirnya bekerja sebagai wartawan di surat kabar Java Bode.
Saat masa Pra-Kemerdekaan, keduanya sempat mendengar kabar dari media Asia Raya yang menyebut bahwa ada acara penting di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur. Kendati keduanya tidak menerima tugas untuk mengambil foto saat acara penting ini, Alex dan Frans akhirnya berangkat dengan meyakini bahwa momen ini adalah momen bersejarah.
Namun, mengambil foto pada masa menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di balik foto bersejarah Soekarno yang membacakan teks proklamasi di depan mikrofon dengan jajaran tokoh negara lainnya itu butuh pengorbanan, karena para tentara Jepang yang masih memburu keduanya usai proklamasi.
Sebagai dampaknya, Alex tertangkap oleh tentara Jepang mengalami penyitaan kamera dan filmnya dibakar. Di sisi lain, Frans justru sempat menyelamatkan film negatif miliknya dengan cara menguburnya di halaman kantor harian Asia Raya. Saat tertangkap, dia mengaku bahwa roll film miliknya sudah dirampas oleh kelompok Barisan Pelopor.
Film milik Frans kemudian diselamatkan saat situasi sudah cukup aman bagi Mendur bersaudara. Pada prosesnya, mereka harus diam-diam menyelinap pada malam hari dan menggali tanah tempat film negatif tersebut dikubur. Kemudian, keduanya mencari lab foto sambil mewaspadai keberadaan tentara Jepang. Setelah selesai dicetak, foto ini disimpan hingga akhirnya dipublikasi sekitar enam bulan setelahnya.
Dapat Diakses Publik
Berdasarkan catatan milik fotografer senior Oscar Motuloh foto tersebut kemudian dinikmati masyarakat saat terbit di koran Merdeka edisi 19 dan 20 Februari 1946. Kutipan foto ini menyebutkan bahwa Mendur bersaudaralah yang menjadi jurnalis foto yang berhasil mengabadikan peristiwa pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945.Tak lama setelah kejadian tersebut, koran Merdeka menjadi inisiator penerbitan koran khusus untuk Peringatan Enam Bulan Republik pada 17 Februari 1946. Edisi ini menyertakan esai kemerdekaan dari para pemimpin bangsa disertai dengan berbagai foto ekskusif yang dibuat kedua saudara tersebut.
Hanya beberapa bulan setelahnya, keduanya kemudian keluar dari koran Merdeka dan mendirikan Indonesian Press Photo Service (IPPHOS) bersama dengan beberapa tokoh seperti Justus K. Umbas, Frans Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda. IPPHOS merupakan kantor berita foto independen pertama di Indonesia yang didirikan pada 2 Oktober 1946 di Yogyakarta dan Jakarta.
Baca juga: Cocok Diputar untuk 17 Agustusan, Ini 8 Lagu yang Bikin Semangat
Hingga saat ini, kedua saudara itu diingat dengan tugu patung dan bangunan rumah adat Minahasa di kawasan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tugu ini diresmikan oleh residen Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2012 saat Hari Pers Nasional bersamaan dengan rumah yang menjadi museum karya Mendur bersaudara.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.